CAHAYA YANG TAK PERNAH REDUP
Amalia Dwi Berliyanti
Senja di atas awan yang menggantung, cahaya jingga tampak mempesona di
pelupuk mataku. Duduk sendiri di taman sebelah rumah dan dilewati angin
sepoi-sepoi yang ramah membuatku mengingat semua kisah yang pernah ada.
Merindukan masa indah bersama sahabat. Bersama kita melambungkan impian walau
berbeda jalan tapi tetap satu tujuan. Disini aku ingin menuliskan sedikit kisah
tentang sahabatku. Jika di podcastku kemarin aku menceritakan tentang sahabat
yang bertemu di SMA, dalam rentetan kalimat sederhana ini aku akan menceritakan
tentang sahabatku yang sudah ku kenal sejak kecil.
Sosok sahabat yang dari dulu tak pernah berubah. Ia tetap bersikap sama
seperti dulu meskipun kita tak lagi di tempat yang sama. Sahabat yang
telinganya selalu mendengarkanku, ucapannya selalu menyejukkan hatiku, dan
jiwanya selalu ada di sampingku meskipun raga kita terpisah ruang dan
waktu. Sebenarnya sejak kecil kita sudah
saling mengenal sebab orang tua kita saling berteman. Namun saat itu hanya
sekedar tahu nama dan orangnya. Kemudian, sekitar 6 tahun lalu kita satu SMP
dan kelas 7H menjadi saksi awal persahabatan kami. Bagiku memulai persahabatan
ternyata cukup mudah, hanya karena nyaman aku sudah bisa menganggap seseorang menjadi
sahabatku. Tapi mempertahankan persahabatan yang susah, sebab seringkali
terganggu akan adanya orang baru dan jika tidak memiliki ikatan persahabatan
yang kuat, maka hancurlah sebuah persahabatan itu.
Aku merasa beruntung bisa bertemu sahabatku yang satu ini. Sahabat yang
biasa aku panggil "April". Penggalan nama dari Aprilia Mifta
Wulandari. Ia anak yang ramah dan baik hati, tegas dan bisa memahami situasi serta
kondisi. Aku mengenal April sebagai teman yang rajin dan suka menolong. Awalnya
kami terbiasa bersama hanya karena tugas sekolah sekedar sharing tugas dan PR.
Seiring berjalannya waktu aku mulai sadar jika aku merasa cocok bersahabat
dengannya. Tuhan seringkali memberi kita permasalahan yang sama dalam kisah
yang berbeda. Entah itu masalah sekolah, keluarga, hobi bahkan masalah cinta
yang sering membuat semesta bercanda kepada kita.
Jika membahas masalah sekolah, kisah yang paling aku ingat adalah saat
bingung memilih SMA. Saat itu aku dan April mengikuti tryout di salah satu SMA. Sebelumnya aku sempat bermimpi jika aku
dan April mendapat juara di tryout
yang kami ikuti. Dan beberapa hari kemudian hasil tryout diumumkan. Bersyukur kita sama-sama berada di posisi
rangking atas, dan reward-nya bisa
masuk SMA tersebut tanpa tes. Cukup membingungkan bagi kami, sebab masih ragu
akan meneruskan sekolah di SMA mana. Pada akhirnya kita tidak mengambil
kesempatan masuk SMA tersebut, dan semesta sudah menakdirkan kita untuk sekolah
di SMA yang berbeda.
Tadi aku menyebutkan punya masalah cinta yang sama dengan April. Sebenarnya
cukup heran dan menggemaskan kisah cinta kami masing-masing. Saat posisi aku
sedang berbunga-bunga karena jatuh cinta, April juga sedang merasakan jatuh
cinta. Saat aku di posisi sedih karena ada masalah cinta ternyata April pun
sama seperti posisiku. Tapi untung saja kita tidak pernah suka dengan orang
yang sama. Dear cinta bercandanya
terlalu lucu buat aku dan April. Dari kesamaan Itulah yang membuat kita saling
nyaman untuk bercerita dan menyelesaikan permasalahan bersama-sama. Sangat
menyenangkan bersahabat dengan orang yang sefrekuensi dan sepemikiran, tak ada
rasa tidak enakan dalam bercerita diantara kita. Tak pernah ada kata bosan dan
kehabisan topik pula. Sebab kita selalu merasa ada hal yang perlu diceritakan satu
sama lain atau istilah kerennya adalah curhat.
Bagiku April adalah sahabat yang selalu mengajakku dalam kebaikan dengan
paket komplit sebagai bentuk Hablum Minallah dan Hablum Minannas. Dulu saat
kelas 9, aku dan April suka banget menikmati waktu istirahat di mushola untuk
sholat dhuha, bercerita semua hal pada Yang Maha Kuasa agar dimudahkan
perjalanan hidup kita. Dan juga di perpustakaan sekolah untuk membaca buku,
mencari ilmu dan dengan selingan cerita kisah masing-masing. Dan cerita kita
semakin lengkap ketika ada seorang guru yang mau mendengarkan kita dan memberi
solusi dari cerita yang kita alami. Beliau adalah Pak Yusuf Ali Putro. Guru
yang bisa menjelma jadi teman baik para siswanya. Serta sosok guru yang menjadi
kebanggan siswa di sekolah kita. Wejangan dari beliau selalu menempel di
ingatan. Bahkan saat aku dan April sudah menjadi alumni, ketika main ke SMP
orang pertama yang kita cari adalah beliau.
Dulu aku sempat berandai untuk bisa satu sekolah dengan April ketika
SMA. Tapi seperti yang sudah aku ceritakan di awal, takdirku berkata lain. Aku
harus sekolah di kota, pergi cukup jauh dan keluar dari zona nyaman. Aku
menjadi anak rantau tinggal di asrama dan jarang pulang ke rumah, jadi sejak
masuk SMA aku dan April jarang sekali bertemu. Aku sempat merasa takut jika
persahabatan kita akan hilang ditelan ruang dan waktu, terlebih kita pasti
bertemu orang baru di sekolah masing-masing yang mungkin saja bisa membuat kita
saling lupa bahwa ada sosok sahabat yang masih setia. Ternyata aku salah untuk
memiliki rasa takut itu. Sebab hingga detik ini April masih ada di sisiku. Dia
terus mendukungku untuk berkembang dalam segala hal salah satunya melalui
kemampuan menulisku. Dia yang mendorongku untuk membuat konten di instagram
dengan akun @genggaman_pena. Jujur saja aku sosok yang cenderung tidak percaya
diri saat tulisanku dibaca orang lain karena aku merasa jika tulisanku jelek
dan tidak layak untuk dibaca. Tapi April selalu meyakinkanku, dia juga yang
membantuku mengelola akun quotes itu. Meskipun tak banyak yang mengikuti akun
tersebut, tapi setidaknya aku berhasil melawan rasa tidak percaya diri yang
kumiliki dan bisa berbagi tulisan yang mungkin bermanfaat untuk orang lain.
Hingga beberapa bulan lalu aku bisa menerbitkan sebuah buku karyaku sendiri.
Semua itu berkat dukungan dari orang terdekatku, orang tua, guruku terutama pak Yusuf Ali Putro dan para
sahabatku terutama April.
Sejauh ini kisah kita berjalan, membuatku jadi tahu bahwa sahabat bukan
hanya tentang mereka yang datang di awal, tapi sahabat adalah tentang mereka
yang bertahan. Terakhir aku mau menuliskan beberapa kalimat yang meyakinkan
tentang sebuah persahabatan. Percayalah perpisahan itu hanya sementara. Saat
berpisah dengan sahabat, maka kita akan sama-sama belajar tentang arti kebersamaan.
Tentang memori kenangan yang tak akan hilang dari ingatan. Itulah ujian sebuah
persahabatan. Dan kalimat yang sering orang tahu “Semakin dewasa, lingkaran
pertemanan semakin kecil” memang benar apa adanya. Sebab semua silih berganti,
yang lama akan berganti dengan yang baru. Dan yang tetap bertahan ketika
semuanya perlahan menghilang, maka dialah yang pantas disebut sebagai sahabat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar