Kamis, 21 Oktober 2021

CAHAYA YANG TAK PERNAH REDUP

 


CAHAYA YANG TAK PERNAH REDUP

Amalia Dwi Berliyanti

Senja di atas awan yang menggantung, cahaya jingga tampak mempesona di pelupuk mataku. Duduk sendiri di taman sebelah rumah dan dilewati angin sepoi-sepoi yang ramah membuatku mengingat semua kisah yang pernah ada. Merindukan masa indah bersama sahabat. Bersama kita melambungkan impian walau berbeda jalan tapi tetap satu tujuan. Disini aku ingin menuliskan sedikit kisah tentang sahabatku. Jika di podcastku kemarin aku menceritakan tentang sahabat yang bertemu di SMA, dalam rentetan kalimat sederhana ini aku akan menceritakan tentang sahabatku yang sudah ku kenal sejak kecil.

Sosok sahabat yang dari dulu tak pernah berubah. Ia tetap bersikap sama seperti dulu meskipun kita tak lagi di tempat yang sama. Sahabat yang telinganya selalu mendengarkanku, ucapannya selalu menyejukkan hatiku, dan jiwanya selalu ada di sampingku meskipun raga kita terpisah ruang dan waktu.  Sebenarnya sejak kecil kita sudah saling mengenal sebab orang tua kita saling berteman. Namun saat itu hanya sekedar tahu nama dan orangnya. Kemudian, sekitar 6 tahun lalu kita satu SMP dan kelas 7H menjadi saksi awal persahabatan kami. Bagiku memulai persahabatan ternyata cukup mudah, hanya karena nyaman aku sudah bisa menganggap seseorang menjadi sahabatku. Tapi mempertahankan persahabatan yang susah, sebab seringkali terganggu akan adanya orang baru dan jika tidak memiliki ikatan persahabatan yang kuat, maka hancurlah sebuah persahabatan itu.

Aku merasa beruntung bisa bertemu sahabatku yang satu ini. Sahabat yang biasa aku panggil "April". Penggalan nama dari Aprilia Mifta Wulandari. Ia anak yang ramah dan baik hati, tegas dan bisa memahami situasi serta kondisi. Aku mengenal April sebagai teman yang rajin dan suka menolong. Awalnya kami terbiasa bersama hanya karena tugas sekolah sekedar sharing tugas dan PR. Seiring berjalannya waktu aku mulai sadar jika aku merasa cocok bersahabat dengannya. Tuhan seringkali memberi kita permasalahan yang sama dalam kisah yang berbeda. Entah itu masalah sekolah, keluarga, hobi bahkan masalah cinta yang sering membuat semesta bercanda kepada kita.

Jika membahas masalah sekolah, kisah yang paling aku ingat adalah saat bingung memilih SMA. Saat itu aku dan April mengikuti tryout di salah satu SMA. Sebelumnya aku sempat bermimpi jika aku dan April mendapat juara di tryout yang kami ikuti. Dan beberapa hari kemudian hasil tryout diumumkan. Bersyukur kita sama-sama berada di posisi rangking atas, dan reward-nya bisa masuk SMA tersebut tanpa tes. Cukup membingungkan bagi kami, sebab masih ragu akan meneruskan sekolah di SMA mana. Pada akhirnya kita tidak mengambil kesempatan masuk SMA tersebut, dan semesta sudah menakdirkan kita untuk sekolah di SMA yang berbeda.

Tadi aku menyebutkan punya masalah cinta yang sama dengan April. Sebenarnya cukup heran dan menggemaskan kisah cinta kami masing-masing. Saat posisi aku sedang berbunga-bunga karena jatuh cinta, April juga sedang merasakan jatuh cinta. Saat aku di posisi sedih karena ada masalah cinta ternyata April pun sama seperti posisiku. Tapi untung saja kita tidak pernah suka dengan orang yang sama.  Dear cinta bercandanya terlalu lucu buat aku dan April. Dari kesamaan Itulah yang membuat kita saling nyaman untuk bercerita dan menyelesaikan permasalahan bersama-sama. Sangat menyenangkan bersahabat dengan orang yang sefrekuensi dan sepemikiran, tak ada rasa tidak enakan dalam bercerita diantara kita. Tak pernah ada kata bosan dan kehabisan topik pula. Sebab kita selalu merasa ada hal yang perlu diceritakan satu sama lain atau istilah kerennya adalah curhat.

Bagiku April adalah sahabat yang selalu mengajakku dalam kebaikan dengan paket komplit sebagai bentuk Hablum Minallah dan Hablum Minannas. Dulu saat kelas 9, aku dan April suka banget menikmati waktu istirahat di mushola untuk sholat dhuha, bercerita semua hal pada Yang Maha Kuasa agar dimudahkan perjalanan hidup kita. Dan juga di perpustakaan sekolah untuk membaca buku, mencari ilmu dan dengan selingan cerita kisah masing-masing. Dan cerita kita semakin lengkap ketika ada seorang guru yang mau mendengarkan kita dan memberi solusi dari cerita yang kita alami. Beliau adalah Pak Yusuf Ali Putro. Guru yang bisa menjelma jadi teman baik para siswanya. Serta sosok guru yang menjadi kebanggan siswa di sekolah kita. Wejangan dari beliau selalu menempel di ingatan. Bahkan saat aku dan April sudah menjadi alumni, ketika main ke SMP orang pertama yang kita cari adalah beliau.

Dulu aku sempat berandai untuk bisa satu sekolah dengan April ketika SMA. Tapi seperti yang sudah aku ceritakan di awal, takdirku berkata lain. Aku harus sekolah di kota, pergi cukup jauh dan keluar dari zona nyaman. Aku menjadi anak rantau tinggal di asrama dan jarang pulang ke rumah, jadi sejak masuk SMA aku dan April jarang sekali bertemu. Aku sempat merasa takut jika persahabatan kita akan hilang ditelan ruang dan waktu, terlebih kita pasti bertemu orang baru di sekolah masing-masing yang mungkin saja bisa membuat kita saling lupa bahwa ada sosok sahabat yang masih setia. Ternyata aku salah untuk memiliki rasa takut itu. Sebab hingga detik ini April masih ada di sisiku. Dia terus mendukungku untuk berkembang dalam segala hal salah satunya melalui kemampuan menulisku. Dia yang mendorongku untuk membuat konten di instagram dengan akun @genggaman_pena. Jujur saja aku sosok yang cenderung tidak percaya diri saat tulisanku dibaca orang lain karena aku merasa jika tulisanku jelek dan tidak layak untuk dibaca. Tapi April selalu meyakinkanku, dia juga yang membantuku mengelola akun quotes itu. Meskipun tak banyak yang mengikuti akun tersebut, tapi setidaknya aku berhasil melawan rasa tidak percaya diri yang kumiliki dan bisa berbagi tulisan yang mungkin bermanfaat untuk orang lain. Hingga beberapa bulan lalu aku bisa menerbitkan sebuah buku karyaku sendiri. Semua itu berkat dukungan dari orang terdekatku, orang tua,  guruku terutama pak Yusuf Ali Putro dan para sahabatku terutama April.

Sejauh ini kisah kita berjalan, membuatku jadi tahu bahwa sahabat bukan hanya tentang mereka yang datang di awal, tapi sahabat adalah tentang mereka yang bertahan. Terakhir aku mau menuliskan beberapa kalimat yang meyakinkan tentang sebuah persahabatan. Percayalah perpisahan itu hanya sementara. Saat berpisah dengan sahabat, maka kita akan sama-sama belajar tentang arti kebersamaan. Tentang memori kenangan yang tak akan hilang dari ingatan. Itulah ujian sebuah persahabatan. Dan kalimat yang sering orang tahu “Semakin dewasa, lingkaran pertemanan semakin kecil” memang benar apa adanya. Sebab semua silih berganti, yang lama akan berganti dengan yang baru. Dan yang tetap bertahan ketika semuanya perlahan menghilang, maka dialah yang pantas disebut sebagai sahabat.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

CAHAYA YANG TAK PERNAH REDUP

  CAHAYA YANG TAK PERNAH REDUP Amalia Dwi Berliyanti Senja di atas awan yang menggantung, cahaya jingga tampak mempesona di pelupuk ma...